MAKALAH PBRT PENANGANAN KERUSAKAN MEDIA TANAM PASCA ERUPSI MERAPI DI TURI SLEMAN YOGYAKARTA


MAKALAH INDIVIDU
PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN

Analisis Permasalahan dan Solusi Kerusakan Media Tanam
Lahan Salak Pondoh daerah Turi,Sleman Yogyakarta


Disusun oleh :
        MUHAMMAD AKSAN
                20090210023






FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Turi merupakan salah satu daerah yang berada di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa  Yogyakarta. Letaknya berada di utara kota Jogja, tepatnya di kawasan lereng Gunung Merapi. Maka tak heran jika daerah Turi terkenal sebagai daerah agrowisata dengan wisata suasana alam yang sejuk dan alami, serta memiliki potensi perkebunan salak pondoh yang berkualitas.
Buah salak pondoh yang memiliki nama latin Sallaca edulis Reinw cv Pondoh mulai ditanam sejak tahun 1917. Tanaman salak pondoh memiliki nilai ekonomis yang tinggi terbukti dengan harga di pasaran cukup tinggi serta beberapa keungulan lainnya. Kepopuleran salak pondoh di lidah konsumen Indonesia tak lepas dari aroma dan rasanya, yang manis segar tanpa rasa sepat, meski pada buah yang belum cukup masak sekalipun
Sejak saat itu tanaman salak tersebut dikembangkan, karena beberapa kelebihan yang dimilikinya salak pondoh mulai merambah ke luar wilayah Tempel, khususnya di daerah Sleman bahkan sekarang telah berkembang hampir di seluruh wilayah Jawa. Sejak saat itu salak pondoh dibudidayakan secara terus menerus dan bahkan menjadi ikon daerah Turi itu sendiri hingga sekarang.
Tetapi hal tersebut diatas menjadi sedikit terganggu setelah terjadi letusan(erupsi ) gunung merapi yang terjadi di penghujung bulan Oktober tepatnya tanggal 26 Oktober 2010, kemudian disusul oleh erupsi- erupsi yang mengelurkan awan panas, pasir, debu vulkanik bahkan lumpur berpasir yang ternyata mengganggu agroekosistem salak pondoh sekitar. Perkebunan salak yang awalnya masih dalam keadaan normal akhirnya mengalami kerusakan yang tidak hanya secara fisik tetapi juga kimia akibat dampak letusan gunung merapi tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari bencana tersebut terhadap perkebunan salak yakni menurunnya tingkat populasi dan penurunan hasil secara kuantitas dan kualitas  buah salak pondoh. Berdsasrakan analisi lebih lanjut  media tanam (lahan) kebun salak cukup signifikan terpengaruh oleh dampak erupsi merapi terkait kondisi secara fisik, kimia bahkan biologis tanah sebagai media tanam.  Berdasarkan kondisi tersebut maka studi kasus yang difokuskan dalam makalah ini yakni analisis dampak dan solusi sebagai wujud reklamasi (pemulihan) lahan yang rusak secara fisik maupun kimia yang tentunya butuh waktu yang cukup lama dalam proses pemulihan.
B.     MANFAAT DAN TUJUAN

Adapun manfaat hasil analisis isi makalah ini adalah seyogyanya bisa menjadi referensi bagi pemerintah, tokoh masyarakat serta masyarakat petani sebagai  pengelola perkebunan salak di Turi, Sleman agar tetap berusaha memperbaiki kondisi lahan dan mengembalikan kualitas salak pondoh serta berusaha meningkatkan produksi salak pondoh dan sekaligus diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber wawasan dalam rangka usaha reklamasi lahan rusak  yang terjadi akibat dampak erupsi (letusan) gunung Merapi.
Sedangkan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dampak bencana erupsi merapi terhadap kondisi media tanam salak pondoh.



BAB II
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

A.    IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Berdasarkan kunjungan lapangan yang telah dilakukan di daerah agrowisata perkebunan Salak Pondoh di Dusun Kembang Arum, Kelurahan Donokerto, Kecamatn Turi, Kab.Sleman, Yogyakarta maka ada 3 (tiga)masalah pokok yang teridentifikasi pada media tanam yakni:
1.      Pada media tanam terjadi peningkatan tingkat keasaman tanah (pH). Dampak ini merupakan dampak secara kimia .
Menurut Triwibowo yang didampingi oleh Suci Handayani, dari hasil penelitian dan uji sampel tanah pasca erupsi merapi terlihat bahwa pH tanah asli mencapai 5,3, pH tanah berpasir 4,7, dan pH tanah yang masih berlumpur atau berdebu berkisar 4,5 (sumber: Kedaulatn Rakyat,Suara Hati Nurani Rakyat ; Edisi 02/12/2010)
2.      Media tanam juga mengalami pengerasan. Dampak ini merupakan  dampak secara fisik
3.      Sampah sisa pemangkasan menumpuk dan terlihat membentuk onggokan sampah yang tentunya mengganggu kondisi lahan tentunya akan menimbulkan dampak turunan berupa gangguan mikro klimat (aspek lingkungan media tanam)

B.     ANALISIS PERMASALAHAN

a.       Pada kondisi lahan yang mengalami peningkatan keasaman terjadi akibat adanya campuran abu vulkanik (volcano ash) yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi yakni pH 4-5. Dengan tingkat keasaman yang tinggi tersebut maka dapat merusak ekosistem setempat dengan keadaan seperti itu maka kemungkinan besar akan terjadi ketidakefektifan akar tanaman dalam penyerapan unsur hara. Status kimia tanah berupa tingkat keasaman tinggi mempengaruhi proses biologik yaitu pertumbuhan tanaman.  Reaksi tanah atau pH tanah yang ekstrim menunjukkan keadaan kimia tanah yang dapat mengganggu proses biologis tanah.  Keasaman tanah juga mempengaruhi pertumbuhan akar.  pH tanah dengan kisaran 5 – 8 berpengaruh langsung pada pertumbuhan akar.  Meskipun masing-masing tanaman menghendaki kisaran pH tertentu, tetapi kebanyakan tanaman tidak dapat hidup pada pH yang sangat rendah (di bawah 4) dan sangat tinggi (di atas 9).  Keasaman tanah juga menentukan kelakuan dari unsur-unsur hara tertentu, karena pH dapat mengendapkan atau membuat unsur hara tersedia. pH tanah adalah salah satu dari beberapa indikator kesuburan tanah, sama dengan keracunan tanah.  Level optimum pH tanah untuk aplikasi penggunaan lahan berkisar antara 5–7,5.  tanah dengan pH rendah (acid) dan pH tinggi (alkali) membatasi pertumbuhan tanaman.  Efek pH tanah pada umumnya tidak langsung.  Di dalam kultur larutan umumnya tanaman budidaya yang dipelajari pertumbuhannya baik/sehat pada level pH 4,8 atau lebih .
b.      Dengan kondisi tanah yang mengalami pengerasan dikarenakan oleh adanya komposisi abu vulknaik yang bercampur dengan tanah asal (dasar) kebun salak. Hal tersebut terjadi karena sifat abu vulkanik yang cenderung mengeras setelah bereaksi dengan air (H2O), cenderung tidak larut dalam air dan juga bersifat korosif. Berdasarkan karakteristik tersebut tentu akan meningkatkan tingkat kekerasan pada tanah. Jika tanah dalam kondisi keras tentunya akan mempenagruhi perkembangan akar. Perkembangan akar tidak maksimal dan tentunya akan menyulitkan serabut akar yang cenderung halus dalam beraktifitas pada zone root. Implikasi lebih lanjut akan menyebabkan tanaman salak kekurangan unsur hara.
c.       Dengan adanya sampah yang menumpuk yang cenderung tak terkomposkan sehingga menjadi masalah terhadap lahan sebagai media tanam. Hal ini bisa menjadi suatu permasalahan karena sampah menumpuk yang berasal dari organ tanaman salak susah terdekomposisi dengan sendirinya. Sehingga jika dibiarkan menumpuk maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai karena kandunga selulosa pada organ tanaman salak yang cukup tinggi. Agroklimat menjadi sedikit terganggu karena akan berdampak pada ketidakseimbngan lengas tanah, kelembaban, tekanan uap air, dan komponen agroklimat lainnya.







BAB III
FORMULASI PEMECAHAN MASALAH DAN PEMBAHaSAN

Sesuai dengan identifikasi dan analisis masalah yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka ada beberapa formulasi yang kami referensikan diantaranya:
1.         Pada media tanam terjadi peningkatan tingkat keasaman tanah (pH). Dampak ini merupakan dampak secara kimia. Maka formulasi yang direferensikan adalah perlu adanya pengapuran TPT (Teknologi Pengapuran Terpadu) yakni penggabungan antara penggunaan bahan organik dan pupuk buatan yang di sertai dengan budidaya lorong dengan pola tanam yang menguntungkan
Prinsip utama pengelolaan tanah masam adalah menaikkan pH tanah dan mengurangi kejenuhan Al yang meracun, serta meningkatkan ketersediaan hara tanaman, terutama unsur hara P sehingga sesuai dengan pertumbuhan tanaman yang optimal.  Pengapuran merupakan teknologi yang paling tepat dalam pemanfaatan tanah masam di dasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, rekasi kapur sangat cepat dalam menaikkan pH tanah dan menurunkan kelarutan Al yang meracun. Kedua, respons tanaman sangat tinggi terhadap pemberian kapur pada tanah masam. Ketiga, efek sisa kapur atau manfaat kapur dapat dinikmati selama 3 sampai 4 tahun berikutnya. Keempat, bahan kapur cukup tersedia dan relatif murah, termasuk di indonesia.
2.         Media tanam juga mengalami pengerasan. Dampak ini merupakan  dampak secara fisik. Solusi yang direferensikan adalah perlu adanya proses penggemburan tanah yang mengeras tersebut tetapi tiak dengan mekanisasi secara besar-besaran dengan traktor misalnya tetapi cukup digemburkan dengan mencangkul disekitar area perakaran tanaman salak. Selain itu perlu adanya pengaplikasian pupuk organik (pupuk kompos, kandang dan hijau) yang terbukti mampu mengembalikan kesuburan tanah dan terutama sekali dapat memperbaiki struktur tanah. Selain itu pupuk organik jika diaplikasikan sesuai dosis maka akan cenderung menormalkan pH tanah.
3.         Sampah sisa pemangkasan menumpuk dan terlihat membentuk onggokan sampah yang tentunya mengganggu kondisi lahan tentunya akan menimbulkan dampak turunan berupa gangguan mikro klimat (aspek lingkungan media tanam). Solusi yang kami tawarkan yakni perlu adanya usaha pengomposan dan pembuatan menjadi pakan hijauan terhadap sampah hasil pemangkasan sehingga tidak lagi mengganggu agroklimat sekitar.
Pengomposan sampah dan dau salak dapat dilakukan dengan cara atau sistem fermentatif menggunakan starter mikroba yang spesifik . Kompos  yang  dihasilkan  dengan  fermentasi  menggunakan  teknologi  mikrobia  efektif   dikenal  dengan  nama  bokashi. Dengan  cara  ini  proses  pembuatan  kompos  dapat  berlangsung  lebih   singkat  dibandingkan  cara  konvensional.  Pengomposan  pada  dasarnya  merupakan  upaya  mengaktifkan  kegiatan  mikrobia  agar  mampu   mempercepat  proses  dekomposisi  bahan  organik. Yang  dimaksud mikrobiaspesifik  disini yakni berupa  bakteri,  fungi  dan  jasad  renik  lainnya. Bahan  organik  disini  merupakan  bahan  untuk  baku  kompos  ialah  jerami,  sampah  kota,   limbah  pertanian,  kotoran  hewan/  ternak  dan  sebagainya. Cara  pembuatan  kompos  bermacam macam   tergantung:  keadaan  tempat  pembuatan,  budaya  orang,  mutu  yang  diinginkan,  jumlah  kompos  yang   dibutuhkan,  macam  bahan  yang  tersedia  dan  selera  si  pembuat. Yang  perlu  diperhatikan  dalam  proses  yang sebelumya untuk batang yang cenderung mengeras terlebih dahulu dirajang untuk mempermudah pengomposan selain itu dapat diolah menjadi pakan hijauan yang siap cerna bagi terna untuk ternak . Cara untuk pembuatan pakan hijaun juga menggunakan sistem fermentasi oleh mikroba.

                       




BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis permasalahan maka formulasi solusi yang tepat dan solutif dalam pemecahan masalah diantaranya :
1.               Pada media tanam terjadi peningkatan tingkat keasaman tanah (pH) maka solusi yang direferensikan yakni dengan pengapuran (liming) TPT (Teknologi Pengapuran Terpadu)
2.               Media tanam yang mengalami pengerasan, dapat diterapkan solusi berupa penggemburan terbatas dan pemupukan dengan pupuk organik
3.               Sampah sisa pemangkasan daun dan batang salak dapat dikomposkan menjadi puku kompos dan pakan hijauan
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "MAKALAH PBRT PENANGANAN KERUSAKAN MEDIA TANAM PASCA ERUPSI MERAPI DI TURI SLEMAN YOGYAKARTA"